Maraknya berita hoax yang beredar mengingatkan kita pada sebuah kesadaran bahwa masih rendahnya minat baca di masyarakat kita. Berdasarkan hasil survey “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016, Indonesia dinyatakan peringkat 60 dari 61 Negara perihal minat membaca. Mengiblat pada data tersebut, sungguh ironi rasanya jika menilik minat berkomentar netizen Indonesia hari ini lebih tinggi daripada minat membacanya. Padahal membaca adalah salah satu alternatif untuk menangkal hoax, karena dengan membaca akan memperluas wawasan dan memperkaya perspektif. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin berkembang pula kemampuan analisis seseorang sehingga bisa dengan bijaksana menanggapi berita dan tidak mudah terprovokasi.
Budaya literasi saat ini merupakan salah satu program pemerintah di ranah pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sebagaimana yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti dan pikiran. Sistem pendidikan tentu akan terus berkembang seiring berjalannya zaman. Terlebih perkembangan teknologi saat ini menggiring kesadaran masyarakat akan pentingnya literasi digital.
Pendidikan literasi tidak serta merta hanya mengajak masyarakat untuk membaca dan menulis mengenai bahan-bahan yang sudah diajarkan. Namun dengan modal pendidikan literasi ini salah satu usaha membentengi isu hoax yang beredar di masyarakat. Output dari pendidikan literasi adalah membangun karakter masyarakat melalui harmonisasi olah hati, rasa, pikir dan raga. Karena netralitas sangat dibutuhkan dalam menyikapi berita yang beredar dilingkungan.
Kehadiran media dalam jaringan (daring) memudahkan siapa saja mengakses informasi dengan cepat. Namun kemudahan ini membuat kita terlena akan kebenaran fakta yang yang dikemukakan, sehingga tergerus isu hoax yang meredam nalar karena berita yang ditelan tidak semuanya berdasarkan fact-based. Terkait literasi digital dalam kehidupan, alangkah baiknya kita sebagai pencerna informasi mengidentifikasi berita yang beredar dengan cara: Melihat pengunggah berita, mencari sumber pembanding, mencermati alamat situs, dan tentu saja Tabayyun atau mencari kebenaran.
Berangkat dari hal-hal sederhana seperti itu, kita sebagai masyarakat tidak mudah menelan informasi bulat-bulat kerena memiliki kejelian dan pertimbangan terhadap berita yang beredar. Berita bohong yang tidak jelas sumbernya akan merusak integritas kenyamanan dalam lingkungan. Kondisi masyarakat Indonesia yang beraneka ragam menjadi sasaran empuk penyebar hoax yang tidak jarang eksteme atau mengarah pada kebencian suatu kelompok dan diskriminasi yang menggoreng isu SARA.
Sebelum mempercayai atau menyebarkan sebuah berita, budaya literasi digital adalah hal fundamental yang harus dimiliki masyarakat modern ini. Bukan hanya sekedar melek baca, namun juga bermakna komperhensif. Di era serba digital ini pentingnya membaca tidak boleh dilupakan, karena membaca adalah jendela dunia, dan dengan literasi digital adalah salah satu upaya menangkal hoax.
Semoga bermanfaat 🙂