Masyarakat dunia modern kini semakin menyadari bahwa dalam menghendaki segala sesuatu harus terukur berdasarkan data (fact-based). Berangkat dari hal itu, masyarakat bisa dengan percaya diri dalam merencanakan, mengevaluasi dan mengkritisi masa depan negara. Sehingga melek data adalah suatu keharusan agar tidak terjadi ketertinggalan dan kesalah fahaman dalam menyerap informasi yang beredar.
Indonesia dan beberapa negara berkembang lain masih sebaliknya; buta data (data illiteracy). Masih hanyut terbuai dengan budaya komunikasi yang otoriter-verbal atau informasi dari mulut ke mulut yang ukuran kebenarannya masih diragukan. Sementara negara maju semakin kuat dengan kebijakan pembangunan yang evidence based, berdasarkan bukti.
Dilansir dari harian Kompas (31/7/2018), Buta data dan makna masih menjangkiti sebagian masyarakat kita di hampir semua lini. Dikalangan pemerintahan misalnya, baik di pusat maupun di daerah, data digunakan terkadang tidak lebih dari sekedar aksesoris. Di dalam naskah dokumen perencanaan contohnya, memang terkesan telah menggunakan data, tapi antara makna yang dikandung dengan angka yang tertera terkadang kurang nyambung atau bahkan salah arah. Itu hanya sebagian contoh kecil yang mencirikan bangsa kita belum benar-benar melek data.
Masyarakat Indonesia terbiasa dengan kultur verbal yang mengacu pada data kualitatif, normatif dan terkadang subyektif. Melihat fakta sekarang, tingkat buta data yang tinggi di masayarakat kita, mengakibatkan debat pembangunan cenderung verbal; suara kencang tapi dengan pijakan rapuh. Hal itu berdampak pada berpotensinya celaan, umpatan, bahkan pendapat otoriter dan maraknya hoax. Tentu saja hal itu sangat merugikan bagi kelangsungan bangsa. Sehingga tidak heran jika negara ini kian tertinggal dari negara maju yang mengusung tradisi data driven debate, yakni mengkritisi kebijakan didasarkan atas data yang dipahami dengan benar.
Sebagai mahasiswa Teknik Informatika yang mempelajari tentang data, baik itu sistem basis data, analisis pengolahan data sampai keamanan data, sungguh ironi rasanya jika masyarakat yang menelan ilmu pengetahuan dengan porsi lebih banyak ini masih buta data. Sebagai ciri masyarakat berbasis ilmu, mahasiswa Teknik Informatika harus melek data dengan memposisikan diri sebagai masyarakat yang pemetaan sosialnya matang dan punya mesin analisis yang tajam.
Setiap data dan informasi yang didapat tidak semena-mena asal dicerna, harus menerapkan prinsip ‘Tabayyun’, yakni mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaan sesungguhnya. Secara istilah tabayyun adalah meneliti dan menyeleksi suatu berita, tidak secara tergesa-gesa dalam memutuskan suatu permasalahan baik dalam perkara hukum, kebijakan dan sebaginya hingga sampai jelas benar permasalahnnya, sehingga tidak ada pihak yang merasa terdzolimi atau tersakiti. ‘Tabayyun’ juga penting untuk menjaga keharmonisan dalam pergaulan.
Kesalahpahaman sering terjadi dalam suatu lingkungan, tentu saja hal itu berdampak buruk. Untuk itu sebelum kesalah pahaman meraja lela, lebih baik melakukan tabayyun terlebih dahulu dengan informasi apa yang didapat, carilah kebenarannya terlebih dahulu maka kamu akan mengetahuinya. Jika berita itu benar adanya, dengan berpijak pada data yang valid, maka kesalah pahaman akan dapat dikurangi adanya.
So, guys, jadi mahasiswa Teknik Informatika harus melek data ya!